Monday, October 8, 2012

Psikologi Lintas Budaya

1. Pengertian Psikologi Lintas Budaya
Psikologi lintas budaya merupakan ekstensi ilmu psikologi yang menaruh perhatian pada pengujian untuk mengetahui batas-batas pengetahuan dan mempelajari orang-orang dari berbagai budaya yang berbeda. Dalam pengertian yang sempit sebuah penelitian lintas budaya adalah sebuah penelitian psikologi yang melibatkan partisipan dari berbagai latar belakang budaya. Sedangkan menurut (Matsumoto, 2000),dalam pengertian luas psikologi lintas budaya terkait dengan pemahaman apakan kebenaran dan prinsip-prinsip psikologis bersifat universal atau khas budaya.
Triandis 1980, psikologi lintas budaya berkutat pada kajian sistematik mengenai perilaku dan pengalaman sebagaimana pengalaman itu terjadi dalam budaya yang berbeda, yang dipengaruhi budaya atau mengakibatkan perubahan-perubahan dalam budaya yang bersangkutan.
Brislin, Lonner, dan Thorndike, 1973 psikologi lintas budaya ialah kajian empiric mengenai anggota berbagai kelompok budaya yang telah memiliki perbedaan pengalaman, yang dapat membawa ke arah perbedaan perilaku yang dapat diramalkan dan signifikan. Dalam sebagian besar kajian, kelompok-kelompok yang dikaji biasanya berbicara dengan bahasa yang bebeda dan di bawah pemerintahan unit-unit politik yang berbeda.
2. Apa hubungan mempelajari psikologi lintas budaya dengan ilmu :
 Kepribadian individu
Kepribadian merupakan konsep dasar psikologi yang berusaha menjelaskan keunikan manusia. Kepribadian mempengaruhi dan menjadi kerangka acuan dari pola pikir dan perilaku manusia, serta bertindak sebagi aspek fundamental dari setiap individu yang tak lepas dari konsep kemanusiaan yang lebih nesar, yaitu budaya sebagai konstuk sosial.
Definisi kepribadian itu sendiri adalah kepribadian adalah serangkaian karakteristik pemikiran, perasaan dan perilaku yang berbeda antara individu dan cenderung konsisten dalam setiap waktu dan kondisi. Ada dua aspek dalam definisi ini, yaitu kekhususan (distinctiveness) dan stablilitas serta konsistensi (stability and consistency).
hal paling menarik dari hubungan kepribadian dengan konteks lintas budaya adalah masalah locus of control. Sebuah konsep yang dibangun oleh Rotter (1966) yang menyatakan bahwa setiap orang berbeda dalam bagaimana dan seberapa besar kontrol diri mereka terhadap perilaku dan hubungan mereka dengan orang
lain serta lingkungan.Locus of control kepribadian umumnya dibedakan menjadi dua berdasarkan arahnya, yaitu internal dan eksternal. Individu dengan locus of control eksternal melihat diri mereka sangat ditentukan oleh bagaimana lingkungan dan orang lain melihat mereka. Sedangkan locus of control internal melihat independency yang besar dalam kehidupan dimana hidupnya sangat ditentukan oleh dirinya sendiri.
 Enkulturasi
Pertama kali didefinisikan dan digunakan oleh Herkovits,1948. Maksud istilah ini, terdapat semacam pelingkupan atau pengelilingan (encompassing or surrounding) budaya terhadap individu. Individu memerlukan melalui belajar, memperoleh pandangan budaya. Proses enkulturasi melibatkan orangtua, orang dewasa lain dan teman sebaya dalam suatu jalinan pengaruh terhadapa individu. Pengaruh ini dapat membatasi, membentuk, dan mengarahkan individu yang sedang berkembang. Hasil akhir (jika enkulturasi berhasil), individu menjadi seseorang yang piawai dalam budaya, mencakup bahasa , ritual, nilai-nilai, dan lain-lain.
 Antropologi
Edgerton (1974) berargumen, “sesungguhnya, para antropolog merupakan para naturalis yang komitmennya terutama pada fenomena itu sendiri. Para antropolog senantiasa meyakini, fenomena manusia paling baik dipahami melalui prosedur-prosedur yang terutama peka terhadap konteks situasional maupun sosial atau budaya”.
Antropologi dalam definisinya antropologi adalah ilmu yang mempelajari tentang manusia dengan prilakunya dengan tujuan mengetahui atau memperoleh definisi mengenai keanekaragaman dari manusia tersebut.
 Sosiologi
Sosiologi ilmu yang mempelajari apa yang sedang terjadi saat ini, sosiologi adalah ilmu yang mempelajari kebudayaan lain oleh sebuah kelompok atau individu.
Disiplin ilmu ini lebiah mengacu kepada arah populasi yang secara luas berkenaan dengan pemaparan, penganalisaan, dan pemahaman terhadap ciri-iri seluruh populasi, kelompok atau kolektivitas.
3. Artikel mengenai psikologi Lintas budaya
PENTINGNYA PEMAHAMAN LINTAS BUDAYA
Kita menyadari bahwa setiap budaya memiliki kekhasannya masing-masing. Bahkan seringkali saling bertolak belakang. Di satu budaya sikap tertentu dapat diterima, namun dalam budaya yang lain tidak. Sebagai contoh ketika saya seorang Jawa berada di Tumbangtiti (kota kecil yang letaknya sekitar 100 km dari Ketapang, Kalimantan Barat) menanyakan tujuan kepada tetangga dekat yang hendak bepergian. Kemudian dijawab dengan sepatah kata “entah” yang bagi saya cukup mengagetkan. Padahal konteks pembicaraan itu bermaksud untuk menyapa, namun berbeda tanggapannya.
Dari pengalaman itu, saya merasakan perlunya pemahaman lintas budaya sehingga perbedaan itu tidak mengakibatkan persoalan atau kesalahpahaman bagi kedua pihak yang terlibat. Dalam banyak kasus, konflik budaya mudah ditemui di berbagai tempat pertemuan multi budaya seperti Yogya dan kota-kota besar lainnya. Maka dalam artikel ini, saya hendak membahas permasalahan konflik kultural dalam kasus di atas.
Pertama-tama kita perlu menyadari dua budaya antara Jawa dan Kalimantan. Salah satu falsafah Jawa adalah tepa salira terhadap sesama. Artinya kurang lebih saya artikan sebagai sikap saling menghargai terhadap sesama. Falsafah itu mengandung konsekuensi bahwa setiap orang bertanggung jawab juga terhadap kehidupan orang lain. Maka, ia perlu mengerti pula urusan orang lain pula. Dalam hal ini, konteksnya adalah basa-basi untuk mendekatkan relasi dengan tetangga. Tambah lagi, jawaban dari pertanyaan itu bukanlah tujuan yang utama. Sementara itu, masyarakat Kalimantan yang dipengaruhi oleh keluasan alam dan lingkungan mereka membutuhkan ruang yang lebih luas dibandingkan orang Jawa. Kebudayaan dipengaruhi juga oleh luas wilayahnya. Semakin luas wilayah kehidupan budaya tertentu, maka semakin luas pula ruang yang diperlukan oleh mereka. Itu berarti bahwa mereka semakin independen dan tak ingin dicampuri urusannya. Maka sebagai jawaban atas pertanyaan di atas adalah tidak menjawab. Secara spontan, pertanyaan di atas juga mengusik kebebasan mereka sehingga menimbulkan stimulus untuk bereaksi spontan dan emosional.
Berdasarkan analisis di atas, persoalannya terletak pada keluasan ruang bebas yang diperlukan oleh masing-masing budaya. Budaya yang satu membutuhkan ruang yang lebih luas dibandingkan oleh budaya yang lain. Sementara budaya yang lain justru merasa bahwa ruang bebas itu dibentuk secara bersama-sama. Apabila dicermati lebih lanjut, maka masing-masing memiliki aturan berbeda yang menerangi realitas yang sama yaitu mengenai penempatan diri terhadap orang lain. Aturan yang satu cenderung mengambil jarak, sementara yang lain cenderung makin menghilangkan jarak dalam tataran relasi bermasyarakat.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan di sini bahwa konflik budaya memungkinkan munculnya masalah yang lebih besar bagi kedua pihak yang bersalah paham. Persoalan kecil, tentang sapaan untuk berelasi dalam masyarakat dapat menghancurkan tujuan yang sebenarnya yaitu untuk bermasyarakat.
Bagaimanapun juga konflik budaya sangat berpeluang memunculkan permasalahan di dalam masyarakat multikultural seperti Yogya. Karenanya, siapa saja dan terutama orang-orang muda perlu belajar tentang pemahaman lintas budaya sehingga mereka dapat memahami perbedaaan budaya sebagai kesempatan untuk memperkaya budaya dan seni hidup manusia.
Artikel oleh Paulus Yanu Amanto

Sumber :

Berry,W John.1999. Psikologi Lintas-Budaya: riset dan aplikasi, Jakarta : Gramedia Pustaka
http://www.bruderfic.or.id/h-134/pentingnya-pemahaman-lintas-budaya.html
http://ketemufaisal.blogspot.com/search/label/Psikologi%20lintas%20budaya
http://arimbiwindapratiwi.blogspot.com/2011/09/lintas-budaya.html
http://learn-psychology.blogspot.com/2011/01/psikologi-lintas-budaya.html


Filda Oktami
3PA02

No comments:

Post a Comment