Monday, October 15, 2012

Transmisi budaya terdiri dari Enkulturasi, Sosialialisasi, dan Akulturasi

Transmisi budaya terdiri dari Enkulturasi, Sosialialisasi, dan Akulturasi


Di susun oleh: Filda Oktami 12510780
3PA02


Enkulturasi
Enkulturasi atau pembudayaan adalah proses mempelajari dan menysuaikan alam pikiran dan sikap individu dengan sistem norma, adat, dan peraturan-peraturan yang hidup dalam kebudayaannya. Proses ini berlangsung sejak kecil, mulai dari lingkungan kecil (keluarga) ke lingkungan yang lebih besar (masyarakat). Misalnya anak kecil menyesuaikan diri dengan waktu makan dan waktu minum secara teratur, mengenal ibu, ayah, dan anggota-anggota keluarganya, adat, dan kebiasaan-kebiasaan yang berlaku dalam keluarganya, dan seterusnya sampai ke hal-hal di luar lingkup keluarga seperti norma, adat istiadat, serta hasil-hasil budaya masyarakat.

Dalam masyarakat ia belajar membuat alat-alat permainan, belajar membuat alat-alat kebudayaan, belajar memahami unsur-unsur budaya dalam masyarakatnya. Pada mulanya, yang dipelajari tentu hal-hal yang menarik perhatiannya dan yang konkret. Kemudian sesuai dengan perkembangan jiwanya, ia mempelajari unsur-unsur budaya lainnya yang lebih kompleks dan bersifat abstrak.

Proses Enkulturasi
Dalam Proses Enkulturasi seorang individu mempelajari dan menyesuaikan alam pikiran serta sikapnya dengan adat-istiadat, sistem norma dan peraturan-peraturan yang hidup dalam kebudayaannya. Proses Enkulturasi sudah dimulai sejak kecil oleh setiap warga masyarakat, mula-mula dari orang-orang dalam lingkungan keluarganya, kemudian dari teman-temannya bermain.

Bentuk awal dari proses enkulturasi adalah meniru berbagai macam tindakan orang lain, setelah perasaan dan nilai budaya yang memberi motivasi akan tindakan meniru itu tekah diinternalisasikan dalam kehidupan kepribadiannya dengan berkali-kali meniru tindakannya menjadi suatu pola yang mantap, dan norma yang mengatur tindakannya dibudayakan.

Kadang-kadang berbagai norma juga dipelajari seorang individu secara sebagian-sebagian dengan mendengar berbagai orang lingkungan pergaulannya. Ada juga norma yang diajarkan secara formal di sekolah, misalnya norma etika, estetika, dan agama.

Sosialisasi
Sosialisasi adalah proses individu mulai menerima dan menyesuaikan diri dengan unsur-unsur kebudayaan (adat – istiadat, perilaku, bahasa) yang dimulai dari lingkungan keluarganya, yang kemudian makin meluas. Sosialisasi berlangsung sejak masa kanak-kanak (bayi).

George Herbert Mead menjelaskan bahwa perkembangan manusia diantaranya melalui sosialisasi dapat melalui tiga tahap yaitu :
1. Play stage : tahap dimana seorang anak mulai mengambil peranan orang-orang di sekitarnya.
2. Game stage : tahap dimana anak mulai mengetahui peranan yang harus dijalankan dan peranan yang dijalankan orang lain.\
3. Generalized other : tahap dimana seseorang telah mampu mengambil peranan-peranan yang dijalankan oleh orang lain.

Proses sosialisasi dalam pembentukan kepribadian

Proses sosialisasi dalam setiap masyarakat juga dipakai sebagai sarana pembentukan kepribadian.
Menurut Allport, keptibadian adalah organisasi dinamis dari sistem psikofisis dalam individu yang turut menentukan cara-cara yang unik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan.

Empat faktor yang menentukan kepribadian :
1) Keturunan (warisan biologis).
2) Lingkungan geografis.
3) Lingkungan kebudayaan.
4) Lingkungan sosial.

Media Sosialisasi menurut Fuller and Jacobs :
a. Keluarga.
b. Kelompok bermain (kelompok sebaya).
c. Sekolah.
d. Lingkungan kerja.
e. Media massa.

Menurut Robert Dreeben bahwa proses sosialisasi di sekolah selain mendapat ketrampilan dan pengetahuan juga mendapat :
a. Kemandirian (independence).
b. Prestasi (achievment)
c. Spesifitas (specifity) – (hal-hal yg spesifik)

Definisi Sosialisasi

Prof. Dr. Nasution , SH : sosialisasi adalah peoses membimbing individu ke dalam dunia sosial.
Sukandar Wiraatmaja, MA: sosialisasi adalah suatu proses yang dimulai sejak seseorang itu dilahirkan untuk dapat mengetahui dan memperoleh sikap pengertian, gagasan dan pola tingkah laku yang disetujui oleh masyarakat.

Drs. Suprapto, sosialisasi adalah proses belajar berinteraksi dalam masyarakat sesuai dengan peranan yang dijalankan.

Peter L. Berger, sosialisasi adalah suatu proses seorang anak belajar menjadi seorang anggota yang berpartisipasi dalam masyarakat.

Macam-macam sosialisasi
1. Sosialisasi primer adalah sosialisasi yang paling dasar yang berlangsung pada usia anak-anak, yaitu usia 0 –5 tahun atau belum sekolah.
2. Sosialisasi sekunder terjadi setelah sosialisasi primer. Sosialisasinya berlangsung di luar keluarga.
3. Enkulturasi adalah proses penyesuaian diri dengan adat –istiadat, lingkungan, sistem norma, dan aturan aturan hidup lainnya.

Proses sosialisasi terjadi melalui dua cara yaitu :
a. Conditioning.
b. Komunikasi atau interaksi.

Conditioning, adalah keadaan yang menyebabkan individu mempelajari pola kebudayaan yang fundamental seperti cara makan, bahasa, berjalan, cara duduk, pengembangan tingkah laku dan sebagainya.

Komunikasi atau interaksi, adalah proses hubungan yang terjadi antara individu-individu yang bergaul sehingga terjadi proses sosialisasi.

Tujuan umum sosialisasi :
a. Penyesuaian kelakuan yang dianggap baik.
b. Pengembangan kemampuan dan pengenalan dirinya sebagai bagian masyarakat.
c. Pengembangan konsep diri secara baik.

Akulturasi
Akulturasi adalah suatu proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing. Kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaannya sendiri tanpa menyebabkan hilangnya unsur kebudayaan kelompok itu sendiri. Contoh akulturasi: Saat budaya rap dari negara asing digabungkan dengan bahasa Jawa, sehingga menge-rap dengan menggunakan bahasa Jawa. Ini terjadi di acara Simfoni Semesta Raya.

Macam - Macam Transmisi Budaya
1. Transmisi Vertical
Ø General Acculturation
Dari orang yang lebih tua/orang tua, pada budaya sendiri (intra) informal
Misal : anak disiplin karena melihat orang tuanya
Ø Specific Socialization
Peristiwa yang disengaja, terarah dan sistematis
Misal : anak di didik untuk tidak membantah pada orang tua dan pendidikan formal

2. Oblique Transmision
Dari orang dewasa lain, yang budayanya sama (enkulturasi/ sosialisasi) dari orang yang budayanya beda (akulturasi/ resosialisasi)
Ø General Aculturation
Orang dewasa yang budayanya sama
Anak meniru sopan-santun orang dewasa misal : dari guru
Ø Specific Socialization
Misal : guru menanamkan sifat-sifat kerja sama
Ø General Acculturation
Orang dewasa yang berbudaya beda
Misal : model pakaian
Ø Specific Resocialization

3. Horizontal Transmision
Ø General Enculturation
Dari teman sebaya pada budaya yang sama
Misal : anak ikut-ikutan merokok karena ikut temannya
Ø Specific Socialization
Misal : diskusi kelompok, anak mengikuti aturan bicara bergantian, dan belajar main musik dari teman

Sumber : http://id.scribd.com/doc/68996864/TRANSMISI-BUDAYA
http://sosionamche.blogspot.com/2008/09/modul-07.html
http://juliardibachtiar.wordpress.com/2011/03/30/enkulturasi-dan-sosialisasi/
http://wawan-junaidi.blogspot.com/2010/12/proses-enkulturasi.html
http://bknpsikologi.blogspot.com/2010/11/akulturasi-dan-enkulturasi.html

Monday, October 8, 2012

Psikologi Lintas Budaya

1. Pengertian Psikologi Lintas Budaya
Psikologi lintas budaya merupakan ekstensi ilmu psikologi yang menaruh perhatian pada pengujian untuk mengetahui batas-batas pengetahuan dan mempelajari orang-orang dari berbagai budaya yang berbeda. Dalam pengertian yang sempit sebuah penelitian lintas budaya adalah sebuah penelitian psikologi yang melibatkan partisipan dari berbagai latar belakang budaya. Sedangkan menurut (Matsumoto, 2000),dalam pengertian luas psikologi lintas budaya terkait dengan pemahaman apakan kebenaran dan prinsip-prinsip psikologis bersifat universal atau khas budaya.
Triandis 1980, psikologi lintas budaya berkutat pada kajian sistematik mengenai perilaku dan pengalaman sebagaimana pengalaman itu terjadi dalam budaya yang berbeda, yang dipengaruhi budaya atau mengakibatkan perubahan-perubahan dalam budaya yang bersangkutan.
Brislin, Lonner, dan Thorndike, 1973 psikologi lintas budaya ialah kajian empiric mengenai anggota berbagai kelompok budaya yang telah memiliki perbedaan pengalaman, yang dapat membawa ke arah perbedaan perilaku yang dapat diramalkan dan signifikan. Dalam sebagian besar kajian, kelompok-kelompok yang dikaji biasanya berbicara dengan bahasa yang bebeda dan di bawah pemerintahan unit-unit politik yang berbeda.
2. Apa hubungan mempelajari psikologi lintas budaya dengan ilmu :
 Kepribadian individu
Kepribadian merupakan konsep dasar psikologi yang berusaha menjelaskan keunikan manusia. Kepribadian mempengaruhi dan menjadi kerangka acuan dari pola pikir dan perilaku manusia, serta bertindak sebagi aspek fundamental dari setiap individu yang tak lepas dari konsep kemanusiaan yang lebih nesar, yaitu budaya sebagai konstuk sosial.
Definisi kepribadian itu sendiri adalah kepribadian adalah serangkaian karakteristik pemikiran, perasaan dan perilaku yang berbeda antara individu dan cenderung konsisten dalam setiap waktu dan kondisi. Ada dua aspek dalam definisi ini, yaitu kekhususan (distinctiveness) dan stablilitas serta konsistensi (stability and consistency).
hal paling menarik dari hubungan kepribadian dengan konteks lintas budaya adalah masalah locus of control. Sebuah konsep yang dibangun oleh Rotter (1966) yang menyatakan bahwa setiap orang berbeda dalam bagaimana dan seberapa besar kontrol diri mereka terhadap perilaku dan hubungan mereka dengan orang
lain serta lingkungan.Locus of control kepribadian umumnya dibedakan menjadi dua berdasarkan arahnya, yaitu internal dan eksternal. Individu dengan locus of control eksternal melihat diri mereka sangat ditentukan oleh bagaimana lingkungan dan orang lain melihat mereka. Sedangkan locus of control internal melihat independency yang besar dalam kehidupan dimana hidupnya sangat ditentukan oleh dirinya sendiri.
 Enkulturasi
Pertama kali didefinisikan dan digunakan oleh Herkovits,1948. Maksud istilah ini, terdapat semacam pelingkupan atau pengelilingan (encompassing or surrounding) budaya terhadap individu. Individu memerlukan melalui belajar, memperoleh pandangan budaya. Proses enkulturasi melibatkan orangtua, orang dewasa lain dan teman sebaya dalam suatu jalinan pengaruh terhadapa individu. Pengaruh ini dapat membatasi, membentuk, dan mengarahkan individu yang sedang berkembang. Hasil akhir (jika enkulturasi berhasil), individu menjadi seseorang yang piawai dalam budaya, mencakup bahasa , ritual, nilai-nilai, dan lain-lain.
 Antropologi
Edgerton (1974) berargumen, “sesungguhnya, para antropolog merupakan para naturalis yang komitmennya terutama pada fenomena itu sendiri. Para antropolog senantiasa meyakini, fenomena manusia paling baik dipahami melalui prosedur-prosedur yang terutama peka terhadap konteks situasional maupun sosial atau budaya”.
Antropologi dalam definisinya antropologi adalah ilmu yang mempelajari tentang manusia dengan prilakunya dengan tujuan mengetahui atau memperoleh definisi mengenai keanekaragaman dari manusia tersebut.
 Sosiologi
Sosiologi ilmu yang mempelajari apa yang sedang terjadi saat ini, sosiologi adalah ilmu yang mempelajari kebudayaan lain oleh sebuah kelompok atau individu.
Disiplin ilmu ini lebiah mengacu kepada arah populasi yang secara luas berkenaan dengan pemaparan, penganalisaan, dan pemahaman terhadap ciri-iri seluruh populasi, kelompok atau kolektivitas.
3. Artikel mengenai psikologi Lintas budaya
PENTINGNYA PEMAHAMAN LINTAS BUDAYA
Kita menyadari bahwa setiap budaya memiliki kekhasannya masing-masing. Bahkan seringkali saling bertolak belakang. Di satu budaya sikap tertentu dapat diterima, namun dalam budaya yang lain tidak. Sebagai contoh ketika saya seorang Jawa berada di Tumbangtiti (kota kecil yang letaknya sekitar 100 km dari Ketapang, Kalimantan Barat) menanyakan tujuan kepada tetangga dekat yang hendak bepergian. Kemudian dijawab dengan sepatah kata “entah” yang bagi saya cukup mengagetkan. Padahal konteks pembicaraan itu bermaksud untuk menyapa, namun berbeda tanggapannya.
Dari pengalaman itu, saya merasakan perlunya pemahaman lintas budaya sehingga perbedaan itu tidak mengakibatkan persoalan atau kesalahpahaman bagi kedua pihak yang terlibat. Dalam banyak kasus, konflik budaya mudah ditemui di berbagai tempat pertemuan multi budaya seperti Yogya dan kota-kota besar lainnya. Maka dalam artikel ini, saya hendak membahas permasalahan konflik kultural dalam kasus di atas.
Pertama-tama kita perlu menyadari dua budaya antara Jawa dan Kalimantan. Salah satu falsafah Jawa adalah tepa salira terhadap sesama. Artinya kurang lebih saya artikan sebagai sikap saling menghargai terhadap sesama. Falsafah itu mengandung konsekuensi bahwa setiap orang bertanggung jawab juga terhadap kehidupan orang lain. Maka, ia perlu mengerti pula urusan orang lain pula. Dalam hal ini, konteksnya adalah basa-basi untuk mendekatkan relasi dengan tetangga. Tambah lagi, jawaban dari pertanyaan itu bukanlah tujuan yang utama. Sementara itu, masyarakat Kalimantan yang dipengaruhi oleh keluasan alam dan lingkungan mereka membutuhkan ruang yang lebih luas dibandingkan orang Jawa. Kebudayaan dipengaruhi juga oleh luas wilayahnya. Semakin luas wilayah kehidupan budaya tertentu, maka semakin luas pula ruang yang diperlukan oleh mereka. Itu berarti bahwa mereka semakin independen dan tak ingin dicampuri urusannya. Maka sebagai jawaban atas pertanyaan di atas adalah tidak menjawab. Secara spontan, pertanyaan di atas juga mengusik kebebasan mereka sehingga menimbulkan stimulus untuk bereaksi spontan dan emosional.
Berdasarkan analisis di atas, persoalannya terletak pada keluasan ruang bebas yang diperlukan oleh masing-masing budaya. Budaya yang satu membutuhkan ruang yang lebih luas dibandingkan oleh budaya yang lain. Sementara budaya yang lain justru merasa bahwa ruang bebas itu dibentuk secara bersama-sama. Apabila dicermati lebih lanjut, maka masing-masing memiliki aturan berbeda yang menerangi realitas yang sama yaitu mengenai penempatan diri terhadap orang lain. Aturan yang satu cenderung mengambil jarak, sementara yang lain cenderung makin menghilangkan jarak dalam tataran relasi bermasyarakat.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan di sini bahwa konflik budaya memungkinkan munculnya masalah yang lebih besar bagi kedua pihak yang bersalah paham. Persoalan kecil, tentang sapaan untuk berelasi dalam masyarakat dapat menghancurkan tujuan yang sebenarnya yaitu untuk bermasyarakat.
Bagaimanapun juga konflik budaya sangat berpeluang memunculkan permasalahan di dalam masyarakat multikultural seperti Yogya. Karenanya, siapa saja dan terutama orang-orang muda perlu belajar tentang pemahaman lintas budaya sehingga mereka dapat memahami perbedaaan budaya sebagai kesempatan untuk memperkaya budaya dan seni hidup manusia.
Artikel oleh Paulus Yanu Amanto

Sumber :

Berry,W John.1999. Psikologi Lintas-Budaya: riset dan aplikasi, Jakarta : Gramedia Pustaka
http://www.bruderfic.or.id/h-134/pentingnya-pemahaman-lintas-budaya.html
http://ketemufaisal.blogspot.com/search/label/Psikologi%20lintas%20budaya
http://arimbiwindapratiwi.blogspot.com/2011/09/lintas-budaya.html
http://learn-psychology.blogspot.com/2011/01/psikologi-lintas-budaya.html


Filda Oktami
3PA02